Akhir-akhir ini negeri kita sedang digoncang oleh banyaknya
berita hoax yang beredar, hingga berakhir pada pengungkapan jaringan saracen,
yang mana menurut kepolisian adalah salah satu jaringan terbesar penyebar hoax
di Indonesia.
Secara harafiah, hoax sendiri memiliki pengertian dimana
berita yang tidak benar dibuat seolah-olah menjadi berita benar sehingga dapat
menggiring opini publik untuk seolah-olah mempersepsikan bahwa hoax tersebut
adalah benar adanya.
Karena hangatnya isu hoax inilah yang mendorong saya untuk
akhirnya menulis tulisan ini, namun dari perspektif hukum.
Di dalam undang-undang ITE sendiri, hoax sudah diatur dalam
pasal 28(1) Undang-Undang nomer 11 tahun 2008 tentang ITE.
Pasal 28(1) Undang-Undang nomer 11 tahun 2008 tentang ITE
berbunyi" Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik". Dalam Pasal 28(1), ini kata"bohong" dan
"menyesatkan" memiliki arti yang berbeda, dimana pengertian
"bohong" merupakan suatu perbuatan dimana informasi yang disebarkan
baik berupa berita ataupun informasi lain adalah informasi yang tidak benar
adanya, Sementara kata "Menyesatkan"adalah merupakan dampak yang
ditimbulkan dari perbuatan meyebarkan berita bohong tersebut.
Sebagai contoh: Seseorang menyebarkan berita yang di
dalamnya mengatakan bahwa seseorang merupakan bagian dari jaringan teroris yang
mana berita menyesatkan tersebut berdampak pada orang lain menjudge orang
tersebut sebagai teroris berdasarkan berita hoax tersebut namun dalam
kenyataanya orang tersebut bukan bagian dari jaringan terroris.
Untuk menerapkan pasal 28(1) UU ITE ini, seluruh unsur yang
tercantum dalam pasal tersebut haruslah terpenuhi yang mana:
Setiap orang: setiap orang ini memiliki makna siapa saja
yang menyerbarkan berita hoax tersebut
Dengan sengaja dan tanpa hak :Berkenaan dengan unsur ini,
penulis mengutip pendapat Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,
Danrivanto Budhijanto,S.H,L.LM, yang dikutip dari www.hukumonline.com, perlu
untuk dicermati bahwa "Dengan sengaja" ini apakah ada niat jahat
dalam melakukan perbuatan tersebut atau tidak dan juga perlu dicermati apakah
penyebar punya hak atau tidak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
:Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pemahaman kata "bohong" dan
"menyesatkan" adalah berbeda dalam perspektif hukum. Maka perlu
dicermati apakah informasi yang disebarkan tersebut menganung unsur kebohongan
yang mana berita tersebut mengandung unsur ketidakbenaran yang mana membuat
orang lain/publik berperspektif salah terhadap suatu informasi. Jika unsur ini
terpenuhi, maka pelaku perlu untuk dipidana yang mengakitbatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik : Untuk memenuhi unsur ini, perlu dicermati
bahwa apakah informasi tersebut menyebabkan kerugian kepada konsumen yang dalam
hal ini bisa juga bisa berati individual tertentu,kelompok tertentu, ataupun
perusahaan tertentu.
Unsur dalam pasal 28(1) UU ITE ini menggunakan sistem
kumulative yang ditandai dengan penggunaan kata "dan". Sistem
kumulative ini adalah dimana semua unsur-unsur tersebut harus dipenuhi terlebih
dahulu sebelum pasal ini bisa diterapkan.
Semoga pembaca terbantu dengan adanya tulisan ini sekian dan
terimakasih
No comments:
Post a Comment